M A K L U M A T

Apapun boleh Anda tulis di blog ini, syaratnya sopan, bukan SARA, dan tidak menghujat.

Jumat, 30 Mei 2008

PILKADA RISAU

DI KEDAI-KEDAI kopi tempat banyak ‘’ahli’’ berdebat kosong, kini mulai mengerucut pada pelaksanaan Pilkada Gubernur Riau 2008-2013. Tidak saja di kedai kopi sekelas Kim Teng, tapi kedai kopi di pojok-pojok kantor atau yang terjepit di gang pun jadi tak kalah heboh.


Sambil mengepulkan asap rokoh, para ahli hisap ini saling lempar argumen. Berbagai prediksi muncul sesuai pemahaman masing-masing. Tak peduli ahli ekonomi, ahli politik dan ahli budaya, semuanya memunculkan argumen. Bahkan wartawan kedai kopi pun tak kalah lebih hebat dan seperti lebih tahu peta politik di negeri ini.
Tak ada yang ditunjuk untuk moderator maupun notulen. Akan tetapi, pembicaraan tetap saja hangat dengan alur cerita terarah dari meja ke meja. Karena tanpa notulen inilah, pembicaraan selalu berakhir tanpa kesimpulan dan catatan.
Saya yang beberapa kali nimbrung, lebih memilih mengamati para pengamat dadakan ini. Itu bukan karena tak paham apa yang dibicarakan, tapi merasa lebih strategis memposisikan diri menjadi pengamatnya para pengamat kedai kopi itu. Berbagai persoalan pun meluncur. Salah satunya ketidakberanian Golkar mengumumkan jagonya, padahal partai berlambang beringin ini sudah memenuhi persyaratan maju tanpa berkoalisi dengan partai lain.
Ketidakberanian ini dinilai karena pengalaman pahit Partai Golkar di beberapa daerah di tanah air yang kalah telak dalam Pilkada. Sepertinya, Partai Golkar tak ingin kisah duka itu terjadi pula di Riau yang sejak lama menyebut partai ini masih dinantikan masyarakat.
Kekalahan Golkar di beberapa daerah, pun disebut karena banyak faktor. Tapi, yang sekarang hangat menjadi pembicaraan adalah figur yang diusung kalah saing dengan figur partai lain yang lebih terkenal, lebih muda dan artis lagi.
Untuk Riau, Golkar jelas tak berani maju sendiri. Partai ini masih memerlukan partai lain untuk penopang. Salah satu yang diincar tentulah PKS yang sudah membuktikan diri menang dalam Pilkada di beberapa daerah. Tapi sayang, salah seorang pengurus PKS Provinsi Riau Mukti Sunjaya sudah menembok tinggi rencana koalisi itu dengan menyebutkan PKS tidak akan koalisi dengan Golkar.
Lalu, kemana PKS? Dan itulah pertanyaan yang sering muncul di meja-meja kedai kopi itu? Dan mengapa harus PKS yang ditunggu-tunggu? Inikah bukti bahwa sekarang partai lain termasuk Golkar sudah tak lagi mampu mengorganisir partisannya?
Sementara tidak ada jawaban pasti untuk pertanyaan itu, muncul lagi satu pertanyaan baru yang juga menggelitik. Mengapa Rusli Zainal memilih tidak hadir pada Bedah Visi dan Misi Bakal Calon Gubri yang dihelat Riau Pos Group, Selasa (27/5/2008) lalu? Mengapa Rusli lebih memilih ke Sumut mengikuti acara Tarikat Naqsabandiyah? Apakah Rusli cari aman atau sengaja menghindar untuk berdebat terbuka dengan rivalnya Wan Abubakar dan Thamsir Rachman yang sudah lama mencuat? Atau bahkan ada yang lebih ekstrim menyebutkan bahwa terbukti, Rusli lah yang selama ini tidak mau bertemu Thamsir, bukan Thamsir yang menghindar. Tak jelas mana yang benar.
Untuk persoalan ini, lagi-lagi, tak ada juga jawaban pasti. Semuanya masih semu. Semua masih abu-abu. Apa saja masih mungkin terjadi dalam penentuan pasangan calon Gubri dalam Pilkada Riau 2008-2013. Bahkan, apa yang telah terjadi di beberapa daerah di tanah air dimana Golkar sebagai partai besar kalah lagi di Riau juga masih mungkin terjadi. Sebaliknya, PKS yang menang di beberapa daerah juga tidak tertutup kemungkinan akan menang lagi. Intinya, semua masih mungkin.
Yang paling jelas dari diskusi-diskusi di kedai kopi itu, semua balon belum punya keberanian mengumumkan pasangannya ke publik karena mungkin memang belum punya pasangan yang jelas. Sehingga yang muncul ke permukaan, bahwa sampai hari ini, Pilkada di Riau menjadi Pilkada Risau. Dan sampai kapan kita mesti risau melihat ketidakpastian ini? Sebab, ini jelas menentukan masa depan negeri bernama Riau lima tahun ke depan?***

Tidak ada komentar: