M A K L U M A T

Apapun boleh Anda tulis di blog ini, syaratnya sopan, bukan SARA, dan tidak menghujat.

Senin, 19 Mei 2008

MENGAPA KITA PERLU PEMIMPIN?

Sebuah Kritik dan Saran untuk SBY


     Dalam sebuah komunitas, selalu ada satu orang yang dituakan untuk menjadi pemimpin. Bahkan dalam komunitas hewan sekali pun yang tidak punya undang-undang tertulis, selalu ada seekor di antaranya yang tampil sebagai pemimpin. Bedanya, kalau pemimpin dalam komunitas manusia, prosesnya dilalui dengan pemilihan, meski terkadang prosesnya pun tidak manusia. Sementara, dalam komunitas binatang, pemimpin itu muncul setelah melalui proses pertarungan yang tidak jarang memunculkan korban fisik. Kelompok binatang yang lemah jangan pernah berharap bisa jadi pemimpin, karena di alam binatang tidak mengenal lobi-lobi politik apalagi toleransi. Yang kuat menang, yang lemah kalah, hanya itu realitanya.
     

Terlepas dari proses yang berbeda, dalam setiap komunitas pasti ada pemimpin yang posisinya. Posisinya pun selalu di depan atau dituakan. Dalam posisi inilah, seorang pemimpin memainkan multi-perannya. Ia harus bisa menjadi penengah terhadap kelompok yang berseberangan, pemberi solusi terhadap problem kelompoknya, dan menjadi panutan terhadap arah organisasi.

Jumlah pemimpin pun secara otomatis akan bertambah sejalan dengan bertambah besarnya komunitas dan semakin luasnya sebaran anggota. Pemimpin organisasi ini kemudian dikelompokkan pula dari tingkat paling tinggi hingga paling bawah.

Di satu negara, pemimpin tertinggi disebut kepala negara. Di Indonesia, kepala negara disebut presiden. Namun di beberapa negara, masih menyebut pemimpin mereka dengan ''Raja''. Hanya beda nama, tapi fungsi dan wewenangnya sama; pemegang tertinggi kepemimpinan suatu bangsa atau kerajaan.

Karena luasnya wilayah Indonesia, presiden selanjutnya dibantu oleh beberapa kepala daerah. Di tingkat provinsi, dikenal dengan gubernur, dan untuk kabupaten/kota pemimpin itu disebut Bupati atau Wali Kota.

Dalam membuat kebijakan, setidaknya terbagi menjadi dua bagian. Ada kebijakan terpusat yang diputuskan oleh pemerintah pusat dalam hal ini presiden setelah mendengarkan pandangan dari wakil presiden dan para pembantunya. Ada lagi kebijakan desentralisasi yang bisa saja akan berbeda satu daerah dengan daerah lainnya, meski tetap sama; harus ada keputusan pasti.

Lalu, apa yang diperlukan dari seorang pemimpin? Setidaknya, satu dari banyak fungsi seorang pemimpin itu adalah pembuat keputusan atau kebijakan. Setidaknya, ada tiga hal yang diperlukan dari seorang pemimpin dalam hal membuat keputusan.

Pertama Tepat. Dalam keadaan bagaimanapun, yang diperlukan dari seorang pemimpin adalah ketepatan dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan. Apabila seorang pemimpin membuat keputusan maupun kebijakan yang salah, dampaknya akan sangat besar, yakni rusaknya tatanan berbangsa.
    

Di saat bangsa ini menghadapi multi-krisis, berbagai persoalan pun muncul, Tidak sedikit dari persoalan itu bahkan tumbang tindih dan memunculkan konflik sesama. Masing-masing pihak merasa benar dan tak mau mengalah. Pada posisi inilah, pentingnya peran seorang pemimpin membuat keputusan yang tepat yang mampu mengakomodir kepentingan semua pihak, Keputusan itu tidak membuat satu pihak diuntungkan, sementara pihak lain dirugikan atau mungkin terpojokkan.

Kedua, Cepat. Seorang pemimpin harus mampu membuat keputusan cepat tanpa menunggu persoalan melebar ke mana-mana, sehingga sulit dicarikan penyelesaiannya. Ibarat air, akan sulit dikumpulkan lagi ketika sudah menyebar ke mana-mana.

Menghadapi kondisi bangsa Indonesia yang saat ini "kritis" akibat melonjaknya harga minya dunia, keputusan cepat itu sangat diperlukan dari seorang pemimpin bangsa. Akan sangat besar efek dominonya ketika seorang pemimpin menunda-nunda kebijakan, apalagi pemerintah telah pula mengeluarkan pernyataan bahwa harga bahan bakar minyak (BBM) di tanah air akan dinaikkan. Tak pasti kapan kenaikan itu akan dilakukan.

pa yang terjadi? Masyarakat tidak saja ditakuti dengan ketidakpastian, tapi juga munculnya reaksi beragam. Masyarakat miskin yang sudah lama susah makan, kini seakan sudah berada di ambang ajal. Sementara, para pemain minyak, memanfaatkan ketidakpastian dan ketidaktegasan pemerintah ini untuk melancarkan aksi jahatnya, seperti menimbun, menyeludup dan segala bentuk permainan jahat lainnya. Para pedagang pun mendapatkan alasan yang tepat untuk menaikkan harga jualnya.

Pokoknya, semua celah yang bisa dimanfaatkan, akan mereka pergunakan untuk memperkaya diri sendiri. Ujung-ujungnya, yang korban tetap saja masyarakat kecil yang tak punya celah untuk bermain.

Terhadap kenaikan harga BBM, ceritanya akan lain ketika pemerintah langsung membuat keputusan cepat menaikkan harga minyak dengan mengumumkan berapa persen atau berapa nilai rupiah kenaikan itu. Para pengusaha akan mudah menghitung cost yang mesti mereka keluarkan dengan kebijakan itu, meski tidak tertutup kemungkinan keputusan yang mereka buat tetap juga akan mengorbankan sejumlah tenaga kerjanya.
Masyarakat pun akan bisa mengukur diri. Mereka akan bisa memutuskan apa yang harus mereka lakukan dengan pendapatan yang cenderung tidak meningkat sementara kebutuhan hidup yang tak bias ditekan.

Lambatnya pemerintah mengambil keputusan, bukan saja untuk kasus kenaikan harga BBM. Sebelum ini, beberapa kasus bisa direview. Kasus IPDN misalnya. Sampai saat ini tidak ada keputusan pasti untuk kasus itu. Kasus lainnya adalah Ahmadiyah. Sampai sekarang juga tidak ada keputusan pemerintah apakah aliran ini dilarang (dibubarkan) atau boleh berlanjut.

Keputusan yang menggantung ini telah menyebabkan banyak korban, baik materi maupun korban jiwa. Rumah ibadah Ahmadiyah dibakar, para praja IPDN hidup dalam ketidakpastian status, sementara kekerasan di kampus itu tetap saja berlangsung. Sampai kapan keputusan itu digantung?

Ketiga, Cermat. Keputusan yang dibuat dengan tepat dan cepat, harus pula mengandung unsur cermat atau kehati-hatian. Jangan sampai keputusan yang diambil malah menambah keruhnya suasana yang memang sudah keruh. Cermat memang mengisyaratkan seorang pemimpin tidak boleh asbun. Sebab, apapun yang dikatakan selalu dianggap benar oleh masyarakat. Tapi, cermat tidak pula dijadikan pembenar atau alasan menunda-nunda keputusan.

Dengan demikian jelas, bahwa yang diperlukan dari seorang pemimpin itu adalah kemampuan membuat keputusan cepat, tepat dan cermat secara bersamaan dalam kondisi sedarurat apapun. Sebab, keputusan itu menjadi hak prerogatif seorang pemimpin yang tidak dimiliki setiap anggota kelompok atau komunitas. Dan ketegasan membuat keputusan itulah yang saat ini dinanti rakyat dari Presiden SBY ketika BBM naik dan ekonomi masyarakat terperosok.***

Tidak ada komentar: