M A K L U M A T

Apapun boleh Anda tulis di blog ini, syaratnya sopan, bukan SARA, dan tidak menghujat.

Kamis, 22 Mei 2008

NEGERI MINYAK YANG BERDUKA

(Kerisauan Menyikapi Rencana Kenaikan BBM)

Dalam deretan negara-negara dunia anggota OPEC, terdapat Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara pemasok besar minyak dunia. Dengan demikian, dengan kenaikan harga minyak dunia, Indonesia semestinya bersuka ria bukan bermurung durja jadi negara tak bermaya.


Mengapa Indonesia sepatutnya bersuka ria? Kita ambil contoh kasus petani kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, yang bersuka cita ketika krisis ekonomi melanda. Di saat ekonomi masyarakat lainnya terpuruk dihantam krisis dan naiknya harga kebutuhan pokok, harga kopra dan kelapa malah melonjak.
Saat itu, di mana-mana orang ‘’menjerit’’ mahalnya kebutuhan hidup. Tapi, di Indragiri Hilir, kuota haji yang tersedia tidak sanggup menampung calon jamaah haji yang ingin menunaikan rukun islam ke lima itu. Bahkan, jumlah pendaftar melebihi 100 persen dari kuota yang tersedia saat itu. Sungguh sebuah realita saat itu.
Kondisi suka cita seharusnya dirasakan rakyat Indonesia saat ini. Kebijakan naiknya harga minyak dunia, jelas akan membuat keuangan negara berlimpah. Harga barang kebutuhan pokok pun tidak akan naik karena pemerintah bisa memberlakukan subsidi atau memangkas beban biaya yang selama ini memberatkan. Bahkan, keinginan mewujudkan pendidikan berkualitas yang selama ini terkendala biaya, akan mampu diwujudkan karena keuangan negara mendukung.
Tapi, apa yang terjadi? Negeri yang kaya minyak ini malah menderita. Rakyatnya menjerit dimana-mana menanti kebijakan pemerintah yang menyakitkan ini. Meski sebagian rakyat bisa memahami kebijakan ini harus dilakukan agar negeri ini tidak bangkrut, tapi tetap saja mereka tidak bisa menerimanya dengan lapang dada.
Bagi masyarakat kecil yang selama ini sudah hidup dalam serba kekurangan, jelas akan sangat terbebani dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Bahkan, tidak sedikit kasus yang muncul ada warga yang memilih mengakhiri hidup keluarganya dengan minum racun berjamaah , atau dengan cara gantung diri.
Pertanyaan lainnya, mengapa Indonesia mesti menjerit dengan naiknya harga minyak dunia? Salah satunya karena kebutuhan minyak rakyat tidak mampu dipenuhi oleh produksi minyak nasional, sehingga bangsa ini harus mengimpor minyak yang standar harganya jelas dolar yang nilai tukarnya jauh di atas Rupiah Indonesia.
Agar harga minyak dunia masih mampu dijangkau masyarakat, akhirnya pemerintah mengambil kebijakan subsidi. Keuangan negara pun tersedot dalam jumlah yang besar yang semestinya bisa dimanfaatkan untuk sektor lain.
Persoalan lain, menyikapi kondisi harga minyak dunia, pemerintah sepertinya tidak punya solusi lain. Satu-satunya kebijakan yang diambil pemerintah setiap harga minyak dunia naik adalah menaikkan harga BBM dalam negeri.
Padahal, masih banyak cara lain yang bisa dilakukan. Salah satunya dengan mengoptimalkan potensi minyak nasional yang belum tergarap maksimal. Pemerintah harus senantiasa mencari sumber ladang minyak baru dan tetap mengoptimalkan produksi minyak yang sudah ada. Selain itu, memangkas biaya operasi dengan memaksimalkan potensi yang sudah ada.
Untuk langkah ini, memang diperlukan seorang Menteri Pertambangan dan Energi yang memang punya visi pengembangan, bukan menteri yang hanya menikmati jabatan sebagai menteri. Diperlukan menteri yang memang paham untuk bagaimana bersikap ketika harga minyak dunia naik dan masyarakat menjerit, bukan menteri yang hanya bisa menyarankan ke presiden agar harga BBM dinaikkan.
Jika seorang Menteri Pertambangan dan Energi hanya bisa memberi saran kepada presiden agar menaikkan harga BBM ketika harga minyak dunia naik, rasanya siapa pun bisa duduk di posisi ini. Ya, anak kecil saja bisa jadi menteri.
Untuk itu, sudah saatnya Presiden SBY menyikapi hal ini, agar bangsa yang baru saja mengobarkan semangat “Indonesia Bisa” ini tidak terus terperosok menjadi bangsa bangkrut ketika harga minyak dunia mengalami kenaikan.
Saya yakin, masih banyak sosok yang punya visi pengembangan dan mampu melakukan pengembangan. Saya juga yakin, presiden pasti lebih tahu siapa orangnya. Tak mungkin rasanya saya lebih pintar dari presiden. Kalau iya, tentulah sayalah yang jadi presiden. Mimpi ni ye he he…***

Tidak ada komentar: