M A K L U M A T

Apapun boleh Anda tulis di blog ini, syaratnya sopan, bukan SARA, dan tidak menghujat.

Senin, 23 Juni 2008

GOLKAR SEMAKIN GUGUP(R)

PILKADA demi Pilkada terus berlalu di negeri yang tengah sedu sedan menghadapi hantaman kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) menjelang gemuruh Pilpres 2009 mendatang.


Selain sering berujung chaos karena –biasalah—calon kalah tak mau mengakui kekalahan dengan cara mencari-cari kesalahan lawan yang menang dan ujung-ujungnya ke pengadilan, Pilkada di beberapa provinsi memberi bukti betapa pohon beringin (baca: Partai Gollar) yang dulu rindang kini sudah mulai menghadapi musim kering.
Satu per satu daun yang menjadi primadonanya, jatuh dan tak kuasa membawa nama besarnya untuk tumbuh lebih besar lagi. Daun-daunnya berjatuhan di tengah tumbuh suburnya pohon-pohon kecil tapi berakar tunggang. Bagi Partai Golkar, kekalahan beruntun dalam beberapa Pilkada, sebut saja Pilkada Jabar, Sumut, dan terbaru Jawa Tengah, jelas pukulan telak.
Atas realita ini, ada banyak pertanyaan yang muncul. Apakah ini akibat dari partai Golkar overconfident sehingga menganggap remeh kekuatan lawan. Atau, inikah bukti bahwa mesin politik partai Golkar sudah tidak jalan. Ataukah, bukti bahwa masyarakat sudah tak percaya lagi dengan Partai Golkar? Dan banyak lagi pertanyaan lainnya.
Bagi Partai Golkar Provinsi Riau, kekalahan beruntun ini jelas menjadi shock therapy, dan bagi calon yang akan menggunakan partai ini, jelas H2C (harap-harap cemas) untuk mendayung perahu besar ini.
Atas kekalahan di banyak daerah ini, ada satu pertanyaan mendasar; Akankah Golkar Riau bernasib sama? Atau mampukah Golkar Riau menghentikan “mitos” kalah beruntun itu? Tentu ini kerja berat.
Calon Gubri dari Partai Golkar HM Rusli Zainal SE MP yang tak lain adalah Ketua Umum DPD I Partai Golkar Riau, jelas menjadikan kekalahan Golkar di daerah lain sebagai pelajaran agar nasib buruk itu tak terulang di Riau. Rusli pasti tak ingin itu terjadi di Riau.
Untuk mewujudkan itu, tak cukup hanya kerja keras, tapi juga uang yang tak sedikit. Sebab, Golkar merupakan partai yang sudah terbiasa dengan uang berlimpah. Tapi, uang banyak juga tidak cukup, karena para pemilih sekarang pun sudah pintar dan cerdas.
Bisa saja uiang mereka terima dari siapa pun yang mau memberi, tapi urusan memilih tunggu dulu. Jangan-jangan mereka itu tidak terdaftar sebagai calon pemilih. Jadi, jangan sampai tertipu, kawan.
Satu hal yang juga perlu jadi renungan Partai Golkar bahwa dari hasil Pilkada di beberaa daerah, tingkat partisipasi masyarakat memilih sudah jauh menurun dan ada kecenderungan tidak berminat untuk memilih.
Khusus di Provinsi Riau, sampai saat ini masih banyak warga yang seharusnya terdaftar, namun belum terdata sebagai pemilih. Akankah mereka akan datang memilih atau datang sendiri ke kantor Lurah/Desa mempersoalkan ini? Jangan diharap. Bagi mereka yang tak terdaftar, akan muncul ucapan “milih dan milih kita akan seperti ini juga”.
Dengan kenyataan ini, Partai Golkar jelas-jelas gugup setidaknya dalam hati dan di tingkat internal. Sebab, jika sampai derita Golkar Jabar, Sumut dan Jateng terulang di Riau, alamatlah daun pohon beringin yang gugur itu semakin bertambah.***.

Read more »»

Senin, 16 Juni 2008

EURO DAN INDONESIA RAYA

SELAMA Piala Euro dihelat, bukan saja tim yang bertanding jadi perbincangan menarik. Bukan pula bursa taruhan kecil-kecilan sekelas sebungkus nasi goring atau sebungkus rokok. Tapi, setiap laga tim Euro akan dimulai, selalu diawali dengan lagu kebangsaan negara masing-masing kontestan.


Ketika lagu itu dikumandangkan, banyak rekan-rekan di kantor spontan dengan suara lantang memecah keheningan malam di ruang kerja, menyanyikan lagu Indonesia Raya. Iramanya pun dipaksakan cocok dengan lagu kebangsaan negara yang sedang diperdengarkan.
Karena memang bukan lagu Indonesia Raya, tetap saja lagu yang dinyanyikan dengan penuh riang gembira berhenti di tengah jalan, karena notnya jauh panggang dari api.
Tapi itulah Nasionalisme. Meski Indonesia masih jauh kualitas sepakbolanya dibanding kontestan yang tengah berlaga di Piala Eropa, tetap saja merindukan Timnas Indonesia bisa tampil di laga akbar sekelas Euro.
Untuk mewujudkan mimpi itu, memang masih jauh panggang dari api. Prestasi sepakbola tanah air masih jauh kalah, meski hanya bertarung di tingkat asia yang postur tubuhnya notabene sepadan.
Setakat ini, di cabang sepakbola, Indonesia nampaknya hanya bisa unggul sebagai komentator. Indonesia punya pengamat bola yang masih muda-muda, yang kemampuannya mengamati sepakbola dunia bahkan seperti lebih hebat dari pelatih tim itu sendiri. Tapi, akankah ada Piala Dunia Komentator Bola?***

Read more »»

Senin, 09 Juni 2008

DEMAM BANGUN "RUMAH"

Dalam sebulan ini, ada gairah baru di ruang tempat saya bekerja. Gairah itu bahkan melebihi “hangatnya” suasana malam ketika hadirnya dua cewek cantik di ruang redaksi beberapa bulan lalu.


Bulan ini, kami bukan demam Euro. Bukan pula betul-betul demam karena harga BBM naik, atau demam karena kecapaian habis berlaga di lapangan futsal. Demam bulan ini karena di kantor kawan-kawan lagi sibuk bangun “rumah”.
Tak peduli mahalnya harga semen naik, cari kayu yang sulit dan beli tanah yang membubung. Setiap hari semuanya berlomba membuat “rumah” yang supermegah dan itu selalu dipertontonkan kepada rekan yang lain.
Deman membangun “rumah” rumah yang saya maksudkan memang tidak punya kaitan dengan kenaikan BBM, kayu maupun tanah, karena memang “rumah” yang satu ini tidak memerlukan BBM, kayu apalagi tanah.
Demam itu bernama Blog. Kami di kantor sering mengidentikkan Blog ini dengan sebutan rumah. Karena memang, blog fungsinya mirip kaplingan rumah, hanya saja tak perlu kredit KPR, tak perlu urus sertifikat ke BPN yang membuat kepala pusing dan jika tak ada IMB pun Anda tak perlu berurusan dengan Satpol PP.
Siang malam, kawan-kawan di kantor pada sibuk mendesain blog masing-masing dan tidak jarang siang desain blognya lain, ntar malam sudah berubah lagi. Sehingga, siswa magang di kantor yang cukup mahir mendesain Blog pun menjadi kebanjiran order, meski tak jelas bayarannya dan belum pernah ada yang memberi uang rokok dengan alasan anak sekolah tak boleh merokok. Dasar pelit.
Selain itu, di Blog pribadi masing-masing akan selalu menampilkan suatu laman dimana kita dapat langsung berkunjung ke rumah rekan yang lain. Sehingga, kalau satu hari saja tak buka Blog, sudah macam-macam pesan yang masuk.
Tapi, jangan salah, dengan adanya Blog ini, kami secara tak langsung dipaksa untuk menulis, menulis dan menulis akan Blog tidak kosong alias menjadi rumah hantu. Ya, ibarat rumah betulan, harus selalu ditata tamannya, ditata ruangannya dan ditanami bunga dan bunga-bunga itu disirami agar rumah itu menjadi rumah yang asri, bukan rumah hantu.***

Read more »»