M A K L U M A T

Apapun boleh Anda tulis di blog ini, syaratnya sopan, bukan SARA, dan tidak menghujat.

Selasa, 04 November 2008

SURAT UNTUK PARA CALEG

Pekanbaru, 2 November 2008
TERIRING doa, semoga Anda para calon anggot legislatif yang sudah terdaftar dalam Daftar Calon Tetap (DCT), punya niat yang tulus untuk mensejahterakan rakyat. Amin.



Sebelum Anda-anda para wakil rakyat nantinya melangkah ke gedung rakyat, perlu kiranya membaca surat ini dan dapat pula disimpan dalam arsip nurani Anda masing-masing.
Satu hal, Anda yang duduk di gedung rakyat nantinya, adalah para wakil rakyat, wakil dari heterogenitas rakyat yang ada di negeri ini.
Rakyat sangat bangga dengan pernyataan sejumlah caleg yang menyatakan sanggup menderita demi memperjuangkan aspirasi rakyat. Apalagi pernyataan itu ditayangkan pula berulangkali di media massa. Hanya saja, untuk menunggu jawaban dari pernyataan itu, rasa cemas, ketidakpastian dan ketidakpercayaan berbaur menjadi satu. Celakanya, rasa ketidakpercayaan sering lebih dominan dibanding asa bahwa janji-janji itu akan terealisasi.
Mengapa? Pengalaman masa lalu yang menyebabkan semua itu. Adalah bertahun-tahun sebelum ini, ungkapan yang sama juga disampaikan secara lantang oleh para wakil rakyat yang duduk silih berganti di gedung dewan. Mereka juga mengampanyekan dirinya duduk di gedung dewan atas nama dan untuk rakyat.
Kenyataannya, rakyat malah dipertontonkan sebaliknya. Ternyata, wakil rakyatlah yang menikmati kesejahteraan sebagaimana yang mereka telah janjikan akan diberikan kepada rakyat. Sementara, rakyat tetap saja hidup sambil menimang janji yang pernah disampaikan.
Berbagai adegan diperagakan. Ada wakil rakyat yang sebelum duduk sangat vokal menyuarakan aspirasi rakyat, setelah duduk suara lantang itu tak terdengar lagi. Sebaliknya, ada pula wakil rakyat yang tiba-tiba lantang bersuara, namun ternyata suara lantang itu bukan untuk rakyat, tapi untuk pribadi dan partainya.
Rakyat tetap saja hidup dalam penderitaan, dan ketidakpastian. Harapan mendapatkan kesejahteraan dari janji yang telah diucapkan, hanya dibalas realisasikan dengan sikap wakil rakyat yang mempertontonkan keserakahan, kekemarukan mereka terhadap apa saja yang bisa mereka dapatkan.
Lihatlah, para wakil rakyat lebih suka berebut mobil dinas, rumah dinas, dan tunjangan kesejahteraan, dibanding menyuarakan pekik lolong warga yang gelap gulita di Melebung, Okura, Sakai, Bonai, Talang Mamak dan banyak lagi masyarkat miskin di Riau ini yang sulit bangkit dari penderitaan yang mendera.
Untuk bisa keluar dari kampung saja, mereka tidak punya akses jalan yang memadai, untuk belajar tidak punya sekolah yang layak, ingin akses informasi tak ada listrik, dan ketika sakit pun, mereka tak punya uang untuk berobat. Sungguh realita yang menyayat.
Sementara, dari gedung rakyat, setiap hari nyaring terdengar teriakan dan pertelagahan wakil rakyat yang berasal dari berbagai partai. Tapi jangan harap, pertelagahan itu untuk memperjuangkan nasib warga Okura, Sakai, Bonai dan Talang Mamak itu, tapi hanyalah untuk kepentingan pribadi, partai dan golongan tertentu.
Lalu, mungkinkah pengalaman pahit selama puluhan tahun ini akan berulang? Peluang itu tetap saja terbuka lebar jika masyarakat tidak pintar memilih wakil rakyat yang mewakilinya di gedung dewan.
Percayalah, saat ini, kita masih punya banyak calon wakil rakyat yang punya niat tulus untuk berjuang atas nama rakyat, meski tidak ada jaminan setelah mereka duduk di gedung rakyat akan tetap istikomah.
Akan tetapi, untuk mendapatkan mereka-mereka yang ikhlas ini, jelas tidak mudah. Kuncinya, masyarakat benar-benar harus pintar memilih. Bukan zamannya lagi masyarakat memilih wakilnya atas dasar sembako, sekardus mi instan, selembar sajadah, jilbab atau atas nama abang, adik, sepupu dan kolega.
Tapi sayang, harapan mendapatkan pemilih cerdas itu masih memerlukan proses panjang, karena faktor tingkat pendidikan dan kesejahteraan mereka yang masih rendah.
Para pemilih kita sampai saat ini masih saja belum memilih berdasarkan kualitas para calon. Pilihan masih saja dijatuhkan atas dasar panggilan emosional seperti karena adanya ikatan keluarga, tetangga dan satu partai. Padahal, secara nurani ia tahu benar bahwa calon yang akan dipilih masih diragukan kredibilitasnya untuk memperjuangkan aspirasi rakyat di negeri ini.
Kemarin, Sabtu (1/11), daftar calon tetap anggota DPRD telah diumumkan. Kita telah bisa melihat para calon wakil kita di DPRD untuk lima tahun ke depan meski sejumlah besar tidak dikenal.
Sebentar lagi, mereka akan ramai-ramai berkampanye ‘’menjual diri’’ masing-masing agar mendapat simpati masyarakat. Mereka akan mendatangi rakyat dengan cara masing-masing. Tidak tertutup kemungkinan mereka juga akan datang dengan membawa sembako, mi instan, sarung, jilbab, dan lainnya yang dibungkus dengan senyum manis yang instan pula.
Itulah cara umum yang biasa dipakai para calon. Apalagi, dari daftar calon tetap yang diumumkan untuk anggota DPRD Riau, banyak sekali calon yang ternyata berdomisili di Pekanbaru, tapi mewakili kabupaten/kota, sehingga mereka perlu memaksimalkan upaya pendekatan kepada masyarakat. Salah satu upaya yang akan mereka lakukan adalah dengan membawa sembako, mi instan, sarung, dan jilbab itu.
Kalau saja masyarakat masih terpedaya dengan ‘’umpan’’ yang diberikan tanpa memperhatikan kualitas calon, alamatlah kita akan kembali menonton adegan yang juga sudah ditayang lima tahun lalu.
Untuk itu, kepada calon wakil rakyat, tunjukkan kualitasmu, jangan hanya ngecap. Kepada masyarakat, ayo pilih wakil rakyat yang berkualitas, bukan yang hanya bisa ngecap. Suai?***


syamsul-bahri@riaupos.co.id

Read more »»

Selasa, 01 Juli 2008

NONTON FINAL EURO

SAYA tak menyangka bisa menyaksikan langsung pertandingan final piala Euro di Wina. Menyaksikan langsung para bintang dunia berlaga di ajang bergengsi ini. Sebuah keberuntungan memang, bisa duduk di tribun utama stadion termegah di Wina sambil menyaksikan pertandingan bergengsi Final Euro 2008 yang menampilkan dua tim ganas Der Panzer Jerman dan El Matador Spanyol.


Saya sendiri sulit menceritakan mengapa saya bisa sampai di tempat ini. Yang jelas, menjelang partai final digelar, paginya saya masih sempat menyaksikan keindahan alam sekitar stadion. Kebetulan saya menginap di sebuah hotel yang jaraknya hanya sekitar 200 meter dari stadion tempat dimana final akan digelar. Sehingga, untuk sampai ke stadion, saya tak perlu naik angkutan umum. Dengan berjalan kaki saja saya sudah sampai ke stadion.
Saat berjalan-jalan menikmati udara pagi Wina, saya tidak saja sekadar mendapatkan pemandangan yang sejuk, karena memang gedung-gedung menjulang di Wina masih dikelilingi pepohonan hijau yang dahannya senantiasa bergoyang dan daunnya yang terus melambai kepada semua orang yang ada di sana. Daun-daun tersebut seakan mengucapkan “Selamat Datang di Wina, dan Selamat menikmati indahnya pesona alam Wina’’.
Tubuh saya yang sudah terasa sejuk bertambah dingin karena tiupan angin sepoi yang bergerak di pori-pori gedung dan pepohonan yang tertata rapi di tengah kota itu. Udara yang sejuk itu bahkan membuat saya lupa bahwa matahari sudah bergerak jauh menuju barat, sementara saya harus bersiap-siap untuk menyaksikan pertandingan final piala Euro.
Saya benar-benar terpesona dengan keindahan alam di Wina. Saya bahkan sempat berandai-andai, kalau saja Wina itu adalah Pekanbaru, alangkah bahagianya saya dan masyarakat Pekanbaru setiap hari bisa menikmati indahnya kota.
Tapi, tentulah itu sulit, karena saat ini Kota Pekanbaru sudah sangat panas, penuh debu, macet dan membuat kita sering tidak nyaman.
Gedung-gedung bertingkat yang saat ini semakin banyak menghiasi Pekanbaru sangat berbeda konsepnya dengan di Wina. Di kota Bertuah ini, gedung-gedung bertingkat dibangun dengan menebang pepohonan yang selama ini memberi ‘’napas segar’’ kepada warganya. Bahkan, resapan air yang sangat ampuh untuk mencegah banjir pun sudah ditimbun untuk dibangun perumahan, sehingga tidak heran di beberapa tempat di Pekanbaru, begitu hujan lebat mengguyur, langsung terendam.
Tapi, saya tak mau berlama-lama berbicara tentang Pekanbaru karena selain saya ingin benar-benar menikmati keasrian Wina dan tak mau kesempatan ini ternoda, sangat tidak sepadan rasanya menyandingkan Pekanbaru denganWina sebuah kota yang mampu menampung jutaan orang yang datang dari berbagai belahan dunia menyaksikan piala Euro, termasuk Sutrisno Bachir dari Indonesia yang beberapa kali menjadi kontributor RCTI melaporkan jalannya laga final Piala Euro langsung dari Wina.
Setelah puas menikmati nuansa alam terbuka di Wina, saat beranjak kembali ke hotel, saya singgah di sebuah supermarket untuk membeli cemilan. Biasalah, untuk bekal saat nonton di stadion yang jelas akan penuh sesak.
Saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Karena orang ramai berjalan kaki, saya pun juga memutuskan berjalan kaki saja menembus lautan manusia yang telah menyesaki pintu stadion.
Dengan tiket di tangan, saya pun masuk ke stadion setelah sebelumnya melalui proses pemeriksaan petugas. Pemandangan menakjubkan kembali saya jumpai. Stadionnya begitu mewah dan megah, Meski lautan manusia, tetap saja masih terasa dingin dan nyaman.
Berbeda jauh dengan Stadion Rumbai yang kurang terawat. Toiletnya bau, air tak lancar dan satu hal lagi; panas meski sudah berada di tribun tertutup. Belum lagi teriakan suporter yang sering tidak sopan apalagi santun. Di Wina, kenyataan di Stadion Rumbai itu tidak saya temukan.
Akhirnya, pertandingan pun dimulai. Wasit meniup peluit panjang tanda pertandingan dimulai. Del Panzer dan Matador silih berganti menyerang, namun belum ada yang berbuah gol. Sorak penonton pun pecah saat striker Spanyol Fernando Tores mengoyak gawang Jerman dan merubah kedudukan 1-0 untuk keunggulan Spanyol..
Di tengah asyiknya partai final itu, tiba-tiba saya mendengar suara deringan yang cukup keras memecah suasana. Saya benar-benar terkejut oleh suara itu dan tersentak. Saya pun melihat ke kiri dan ke kanan.
Alangkah kagetnya saat saya menoleh ke samping saya temukan istri saya tertidur pulas karena memang keletihan akibat seharian mengajar di Kampus. Saya baru sadar, ternyata saya tadi mimpi. Suara tadi ternyata bunyi alarm. Saya tak pernah ada di Wina. Saya juga yakin, apa yang saya alami dalam mimpi itu juga tak akan mungkin rasanya diwujudkan di Pekanbaru ini. Tapi, tak apalah, masih untung saya masih bisa mimpikan Wina di Pekanbaru.***

Read more »»

Senin, 23 Juni 2008

GOLKAR SEMAKIN GUGUP(R)

PILKADA demi Pilkada terus berlalu di negeri yang tengah sedu sedan menghadapi hantaman kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) menjelang gemuruh Pilpres 2009 mendatang.


Selain sering berujung chaos karena –biasalah—calon kalah tak mau mengakui kekalahan dengan cara mencari-cari kesalahan lawan yang menang dan ujung-ujungnya ke pengadilan, Pilkada di beberapa provinsi memberi bukti betapa pohon beringin (baca: Partai Gollar) yang dulu rindang kini sudah mulai menghadapi musim kering.
Satu per satu daun yang menjadi primadonanya, jatuh dan tak kuasa membawa nama besarnya untuk tumbuh lebih besar lagi. Daun-daunnya berjatuhan di tengah tumbuh suburnya pohon-pohon kecil tapi berakar tunggang. Bagi Partai Golkar, kekalahan beruntun dalam beberapa Pilkada, sebut saja Pilkada Jabar, Sumut, dan terbaru Jawa Tengah, jelas pukulan telak.
Atas realita ini, ada banyak pertanyaan yang muncul. Apakah ini akibat dari partai Golkar overconfident sehingga menganggap remeh kekuatan lawan. Atau, inikah bukti bahwa mesin politik partai Golkar sudah tidak jalan. Ataukah, bukti bahwa masyarakat sudah tak percaya lagi dengan Partai Golkar? Dan banyak lagi pertanyaan lainnya.
Bagi Partai Golkar Provinsi Riau, kekalahan beruntun ini jelas menjadi shock therapy, dan bagi calon yang akan menggunakan partai ini, jelas H2C (harap-harap cemas) untuk mendayung perahu besar ini.
Atas kekalahan di banyak daerah ini, ada satu pertanyaan mendasar; Akankah Golkar Riau bernasib sama? Atau mampukah Golkar Riau menghentikan “mitos” kalah beruntun itu? Tentu ini kerja berat.
Calon Gubri dari Partai Golkar HM Rusli Zainal SE MP yang tak lain adalah Ketua Umum DPD I Partai Golkar Riau, jelas menjadikan kekalahan Golkar di daerah lain sebagai pelajaran agar nasib buruk itu tak terulang di Riau. Rusli pasti tak ingin itu terjadi di Riau.
Untuk mewujudkan itu, tak cukup hanya kerja keras, tapi juga uang yang tak sedikit. Sebab, Golkar merupakan partai yang sudah terbiasa dengan uang berlimpah. Tapi, uang banyak juga tidak cukup, karena para pemilih sekarang pun sudah pintar dan cerdas.
Bisa saja uiang mereka terima dari siapa pun yang mau memberi, tapi urusan memilih tunggu dulu. Jangan-jangan mereka itu tidak terdaftar sebagai calon pemilih. Jadi, jangan sampai tertipu, kawan.
Satu hal yang juga perlu jadi renungan Partai Golkar bahwa dari hasil Pilkada di beberaa daerah, tingkat partisipasi masyarakat memilih sudah jauh menurun dan ada kecenderungan tidak berminat untuk memilih.
Khusus di Provinsi Riau, sampai saat ini masih banyak warga yang seharusnya terdaftar, namun belum terdata sebagai pemilih. Akankah mereka akan datang memilih atau datang sendiri ke kantor Lurah/Desa mempersoalkan ini? Jangan diharap. Bagi mereka yang tak terdaftar, akan muncul ucapan “milih dan milih kita akan seperti ini juga”.
Dengan kenyataan ini, Partai Golkar jelas-jelas gugup setidaknya dalam hati dan di tingkat internal. Sebab, jika sampai derita Golkar Jabar, Sumut dan Jateng terulang di Riau, alamatlah daun pohon beringin yang gugur itu semakin bertambah.***.

Read more »»

Senin, 16 Juni 2008

EURO DAN INDONESIA RAYA

SELAMA Piala Euro dihelat, bukan saja tim yang bertanding jadi perbincangan menarik. Bukan pula bursa taruhan kecil-kecilan sekelas sebungkus nasi goring atau sebungkus rokok. Tapi, setiap laga tim Euro akan dimulai, selalu diawali dengan lagu kebangsaan negara masing-masing kontestan.


Ketika lagu itu dikumandangkan, banyak rekan-rekan di kantor spontan dengan suara lantang memecah keheningan malam di ruang kerja, menyanyikan lagu Indonesia Raya. Iramanya pun dipaksakan cocok dengan lagu kebangsaan negara yang sedang diperdengarkan.
Karena memang bukan lagu Indonesia Raya, tetap saja lagu yang dinyanyikan dengan penuh riang gembira berhenti di tengah jalan, karena notnya jauh panggang dari api.
Tapi itulah Nasionalisme. Meski Indonesia masih jauh kualitas sepakbolanya dibanding kontestan yang tengah berlaga di Piala Eropa, tetap saja merindukan Timnas Indonesia bisa tampil di laga akbar sekelas Euro.
Untuk mewujudkan mimpi itu, memang masih jauh panggang dari api. Prestasi sepakbola tanah air masih jauh kalah, meski hanya bertarung di tingkat asia yang postur tubuhnya notabene sepadan.
Setakat ini, di cabang sepakbola, Indonesia nampaknya hanya bisa unggul sebagai komentator. Indonesia punya pengamat bola yang masih muda-muda, yang kemampuannya mengamati sepakbola dunia bahkan seperti lebih hebat dari pelatih tim itu sendiri. Tapi, akankah ada Piala Dunia Komentator Bola?***

Read more »»

Senin, 09 Juni 2008

DEMAM BANGUN "RUMAH"

Dalam sebulan ini, ada gairah baru di ruang tempat saya bekerja. Gairah itu bahkan melebihi “hangatnya” suasana malam ketika hadirnya dua cewek cantik di ruang redaksi beberapa bulan lalu.


Bulan ini, kami bukan demam Euro. Bukan pula betul-betul demam karena harga BBM naik, atau demam karena kecapaian habis berlaga di lapangan futsal. Demam bulan ini karena di kantor kawan-kawan lagi sibuk bangun “rumah”.
Tak peduli mahalnya harga semen naik, cari kayu yang sulit dan beli tanah yang membubung. Setiap hari semuanya berlomba membuat “rumah” yang supermegah dan itu selalu dipertontonkan kepada rekan yang lain.
Deman membangun “rumah” rumah yang saya maksudkan memang tidak punya kaitan dengan kenaikan BBM, kayu maupun tanah, karena memang “rumah” yang satu ini tidak memerlukan BBM, kayu apalagi tanah.
Demam itu bernama Blog. Kami di kantor sering mengidentikkan Blog ini dengan sebutan rumah. Karena memang, blog fungsinya mirip kaplingan rumah, hanya saja tak perlu kredit KPR, tak perlu urus sertifikat ke BPN yang membuat kepala pusing dan jika tak ada IMB pun Anda tak perlu berurusan dengan Satpol PP.
Siang malam, kawan-kawan di kantor pada sibuk mendesain blog masing-masing dan tidak jarang siang desain blognya lain, ntar malam sudah berubah lagi. Sehingga, siswa magang di kantor yang cukup mahir mendesain Blog pun menjadi kebanjiran order, meski tak jelas bayarannya dan belum pernah ada yang memberi uang rokok dengan alasan anak sekolah tak boleh merokok. Dasar pelit.
Selain itu, di Blog pribadi masing-masing akan selalu menampilkan suatu laman dimana kita dapat langsung berkunjung ke rumah rekan yang lain. Sehingga, kalau satu hari saja tak buka Blog, sudah macam-macam pesan yang masuk.
Tapi, jangan salah, dengan adanya Blog ini, kami secara tak langsung dipaksa untuk menulis, menulis dan menulis akan Blog tidak kosong alias menjadi rumah hantu. Ya, ibarat rumah betulan, harus selalu ditata tamannya, ditata ruangannya dan ditanami bunga dan bunga-bunga itu disirami agar rumah itu menjadi rumah yang asri, bukan rumah hantu.***

Read more »»

Jumat, 30 Mei 2008

100 ORANG BUTA

DALAM rencana peresmian kantor kepala desa yang akan diadakan pukul 09.00 WIB esok harinya, Pak Kades minta kepada Dolah sang pemuda desa untuk mencarikan 100 orang buta untuk diberikan santunan. Dolah yang sudah sejak lahir tinggal di desa itu, termenung sejenak menerima permintaan Pak Kades.


Yang dibingungkan Dolah, setahu dia, di kampungnya itu hanya ada tiga orang buta. Satu di Amat yang tinggal di hulu, satu lagi di Minah dan yang satunya Domon yang tinggal di hilir kampung.
‘’Ke mane nak saye cari orang bute 100 orang. Di kampung ini hanya ade tige yang bute. Penduduk kampong pun hanya ade 500 orang, ke mane ye saya nak cari,’’ gumam Dolah dalam hati.
Tapi, Dolah yang terkenal akal panjang ini, mengiyakan saja permintaan pak Kades, meski dalam hati ia sempat mengatakan Pak Kades ini termasuk salah satu yang buta juga. ‘’Iye Pak Kades, nanti saye carikan dan saye bawa ke sini,’’ katanya menjawab.
Dolah pun mulai memainkan akal panjangnya itu. Awalnya ia berencana menipu Pak Kades dengan mencarikan 100 orang kampung yang bisa melihat tapi berpura-pura buta di depan Pak Kades. Rencana itu dibatalkan Dolah karena ia takut akal bulusnya itu diketahui Pak Kades.
Akhirnya Dolah menemukan cara baru. Satu jam menjelang acara dimulai, Dolah pun berangkatlah ke kebun sawitnya yang hanya berjarak 100 meter dari rumahnya yang kebetulan terletak di ujung kampung.
Dolah mencabut sebatang bibit sawitnya yang sudah berukuran 1,5 meter. Sawit yang masih utuh daunnya itu, ditarik Dolah dari hulu dekat rumahnya ke hilir tempat kantor desa yang akan diresmikan itu.
Sepanjang perjalanan, Dolah sibuk mendapat pertanyaan dari orang kampung. ‘’Ape yang kau bawa tu, Dolah?’’ begitulah rata-rata bunyi pertanyaan itu.
Dolah yang mendapat pertanyaan tersebut tidak menjawab bahwa yang dibawanya itu adalah bibit sawit. ‘’Tak ade, mau tau ikut,’’ katanya menjawab semua pertanyaan tersebut.
Satu per satu warga kampung ikut di belakangnya. Barisan panjang pun terbentuk sampai di tempat acara peresmian. Lebih 200 warga kampung ikut di belakang Dolah.
Pak Kades yang sudah hadir di tempat acara, bingung melihat panjangnya barisan itu. Akhirnya, Dolah dipanggil Pak Kades. Dengan nada sedikit kesal, Pak Kades berdiri di depan Dolah. ‘’Dolah, yang saye suruh, cari 100 orang bute, bukan orang sehat seperti yang kau bawak sekarang ni.’’ sergah Kades.
Dolah dengan tenang menjawab. ‘’Betol Pak Kades, mereka ni memang melihat. Tapi tadi Pak, sudah jelas-jelas saye bawak bibit sawit, masih juga ditanye, “ape yang kau bawak tu Dolah?” Ape tak bute namenye tu Pak,’’ jawab Dolah.
Mendengar jawaban itu, Pak Kades tersenyum. “Betol juge, Dolah,’’ katanya dalam hati. “Baiklah, kumpulkan mereka ni di barisan depan, nanti biar kite kasih cenderamate,’’ kata Pak Kades.
Meski Pak Kades sebetulnya kesal, dan 200 warga yang hadir marah disebut Dolah buta, tapi mereka senang juga karena dapat hadiah dari kepala desanya. He he he***

Read more »»

PILKADA RISAU

DI KEDAI-KEDAI kopi tempat banyak ‘’ahli’’ berdebat kosong, kini mulai mengerucut pada pelaksanaan Pilkada Gubernur Riau 2008-2013. Tidak saja di kedai kopi sekelas Kim Teng, tapi kedai kopi di pojok-pojok kantor atau yang terjepit di gang pun jadi tak kalah heboh.


Sambil mengepulkan asap rokoh, para ahli hisap ini saling lempar argumen. Berbagai prediksi muncul sesuai pemahaman masing-masing. Tak peduli ahli ekonomi, ahli politik dan ahli budaya, semuanya memunculkan argumen. Bahkan wartawan kedai kopi pun tak kalah lebih hebat dan seperti lebih tahu peta politik di negeri ini.
Tak ada yang ditunjuk untuk moderator maupun notulen. Akan tetapi, pembicaraan tetap saja hangat dengan alur cerita terarah dari meja ke meja. Karena tanpa notulen inilah, pembicaraan selalu berakhir tanpa kesimpulan dan catatan.
Saya yang beberapa kali nimbrung, lebih memilih mengamati para pengamat dadakan ini. Itu bukan karena tak paham apa yang dibicarakan, tapi merasa lebih strategis memposisikan diri menjadi pengamatnya para pengamat kedai kopi itu. Berbagai persoalan pun meluncur. Salah satunya ketidakberanian Golkar mengumumkan jagonya, padahal partai berlambang beringin ini sudah memenuhi persyaratan maju tanpa berkoalisi dengan partai lain.
Ketidakberanian ini dinilai karena pengalaman pahit Partai Golkar di beberapa daerah di tanah air yang kalah telak dalam Pilkada. Sepertinya, Partai Golkar tak ingin kisah duka itu terjadi pula di Riau yang sejak lama menyebut partai ini masih dinantikan masyarakat.
Kekalahan Golkar di beberapa daerah, pun disebut karena banyak faktor. Tapi, yang sekarang hangat menjadi pembicaraan adalah figur yang diusung kalah saing dengan figur partai lain yang lebih terkenal, lebih muda dan artis lagi.
Untuk Riau, Golkar jelas tak berani maju sendiri. Partai ini masih memerlukan partai lain untuk penopang. Salah satu yang diincar tentulah PKS yang sudah membuktikan diri menang dalam Pilkada di beberapa daerah. Tapi sayang, salah seorang pengurus PKS Provinsi Riau Mukti Sunjaya sudah menembok tinggi rencana koalisi itu dengan menyebutkan PKS tidak akan koalisi dengan Golkar.
Lalu, kemana PKS? Dan itulah pertanyaan yang sering muncul di meja-meja kedai kopi itu? Dan mengapa harus PKS yang ditunggu-tunggu? Inikah bukti bahwa sekarang partai lain termasuk Golkar sudah tak lagi mampu mengorganisir partisannya?
Sementara tidak ada jawaban pasti untuk pertanyaan itu, muncul lagi satu pertanyaan baru yang juga menggelitik. Mengapa Rusli Zainal memilih tidak hadir pada Bedah Visi dan Misi Bakal Calon Gubri yang dihelat Riau Pos Group, Selasa (27/5/2008) lalu? Mengapa Rusli lebih memilih ke Sumut mengikuti acara Tarikat Naqsabandiyah? Apakah Rusli cari aman atau sengaja menghindar untuk berdebat terbuka dengan rivalnya Wan Abubakar dan Thamsir Rachman yang sudah lama mencuat? Atau bahkan ada yang lebih ekstrim menyebutkan bahwa terbukti, Rusli lah yang selama ini tidak mau bertemu Thamsir, bukan Thamsir yang menghindar. Tak jelas mana yang benar.
Untuk persoalan ini, lagi-lagi, tak ada juga jawaban pasti. Semuanya masih semu. Semua masih abu-abu. Apa saja masih mungkin terjadi dalam penentuan pasangan calon Gubri dalam Pilkada Riau 2008-2013. Bahkan, apa yang telah terjadi di beberapa daerah di tanah air dimana Golkar sebagai partai besar kalah lagi di Riau juga masih mungkin terjadi. Sebaliknya, PKS yang menang di beberapa daerah juga tidak tertutup kemungkinan akan menang lagi. Intinya, semua masih mungkin.
Yang paling jelas dari diskusi-diskusi di kedai kopi itu, semua balon belum punya keberanian mengumumkan pasangannya ke publik karena mungkin memang belum punya pasangan yang jelas. Sehingga yang muncul ke permukaan, bahwa sampai hari ini, Pilkada di Riau menjadi Pilkada Risau. Dan sampai kapan kita mesti risau melihat ketidakpastian ini? Sebab, ini jelas menentukan masa depan negeri bernama Riau lima tahun ke depan?***

Read more »»

Kamis, 22 Mei 2008

NEGERI MINYAK YANG BERDUKA

(Kerisauan Menyikapi Rencana Kenaikan BBM)

Dalam deretan negara-negara dunia anggota OPEC, terdapat Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara pemasok besar minyak dunia. Dengan demikian, dengan kenaikan harga minyak dunia, Indonesia semestinya bersuka ria bukan bermurung durja jadi negara tak bermaya.


Mengapa Indonesia sepatutnya bersuka ria? Kita ambil contoh kasus petani kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, yang bersuka cita ketika krisis ekonomi melanda. Di saat ekonomi masyarakat lainnya terpuruk dihantam krisis dan naiknya harga kebutuhan pokok, harga kopra dan kelapa malah melonjak.
Saat itu, di mana-mana orang ‘’menjerit’’ mahalnya kebutuhan hidup. Tapi, di Indragiri Hilir, kuota haji yang tersedia tidak sanggup menampung calon jamaah haji yang ingin menunaikan rukun islam ke lima itu. Bahkan, jumlah pendaftar melebihi 100 persen dari kuota yang tersedia saat itu. Sungguh sebuah realita saat itu.
Kondisi suka cita seharusnya dirasakan rakyat Indonesia saat ini. Kebijakan naiknya harga minyak dunia, jelas akan membuat keuangan negara berlimpah. Harga barang kebutuhan pokok pun tidak akan naik karena pemerintah bisa memberlakukan subsidi atau memangkas beban biaya yang selama ini memberatkan. Bahkan, keinginan mewujudkan pendidikan berkualitas yang selama ini terkendala biaya, akan mampu diwujudkan karena keuangan negara mendukung.
Tapi, apa yang terjadi? Negeri yang kaya minyak ini malah menderita. Rakyatnya menjerit dimana-mana menanti kebijakan pemerintah yang menyakitkan ini. Meski sebagian rakyat bisa memahami kebijakan ini harus dilakukan agar negeri ini tidak bangkrut, tapi tetap saja mereka tidak bisa menerimanya dengan lapang dada.
Bagi masyarakat kecil yang selama ini sudah hidup dalam serba kekurangan, jelas akan sangat terbebani dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Bahkan, tidak sedikit kasus yang muncul ada warga yang memilih mengakhiri hidup keluarganya dengan minum racun berjamaah , atau dengan cara gantung diri.
Pertanyaan lainnya, mengapa Indonesia mesti menjerit dengan naiknya harga minyak dunia? Salah satunya karena kebutuhan minyak rakyat tidak mampu dipenuhi oleh produksi minyak nasional, sehingga bangsa ini harus mengimpor minyak yang standar harganya jelas dolar yang nilai tukarnya jauh di atas Rupiah Indonesia.
Agar harga minyak dunia masih mampu dijangkau masyarakat, akhirnya pemerintah mengambil kebijakan subsidi. Keuangan negara pun tersedot dalam jumlah yang besar yang semestinya bisa dimanfaatkan untuk sektor lain.
Persoalan lain, menyikapi kondisi harga minyak dunia, pemerintah sepertinya tidak punya solusi lain. Satu-satunya kebijakan yang diambil pemerintah setiap harga minyak dunia naik adalah menaikkan harga BBM dalam negeri.
Padahal, masih banyak cara lain yang bisa dilakukan. Salah satunya dengan mengoptimalkan potensi minyak nasional yang belum tergarap maksimal. Pemerintah harus senantiasa mencari sumber ladang minyak baru dan tetap mengoptimalkan produksi minyak yang sudah ada. Selain itu, memangkas biaya operasi dengan memaksimalkan potensi yang sudah ada.
Untuk langkah ini, memang diperlukan seorang Menteri Pertambangan dan Energi yang memang punya visi pengembangan, bukan menteri yang hanya menikmati jabatan sebagai menteri. Diperlukan menteri yang memang paham untuk bagaimana bersikap ketika harga minyak dunia naik dan masyarakat menjerit, bukan menteri yang hanya bisa menyarankan ke presiden agar harga BBM dinaikkan.
Jika seorang Menteri Pertambangan dan Energi hanya bisa memberi saran kepada presiden agar menaikkan harga BBM ketika harga minyak dunia naik, rasanya siapa pun bisa duduk di posisi ini. Ya, anak kecil saja bisa jadi menteri.
Untuk itu, sudah saatnya Presiden SBY menyikapi hal ini, agar bangsa yang baru saja mengobarkan semangat “Indonesia Bisa” ini tidak terus terperosok menjadi bangsa bangkrut ketika harga minyak dunia mengalami kenaikan.
Saya yakin, masih banyak sosok yang punya visi pengembangan dan mampu melakukan pengembangan. Saya juga yakin, presiden pasti lebih tahu siapa orangnya. Tak mungkin rasanya saya lebih pintar dari presiden. Kalau iya, tentulah sayalah yang jadi presiden. Mimpi ni ye he he…***

Read more »»

Selasa, 20 Mei 2008

OLAHRAGA

Hasil Final LIGA CHAMPIONS 1956-2008

(Meski saya bukan jagonya ngamat bola, dan anda pun mungkin bukan gibol, namun info ini pasti punya makna tambah pengetahuan Anda)



Tahun Tempat Pemenang Runners-up

1956 Paris Real Madrid 4 Stade Reims 3
1957 Madrid Real Madrid 2 Fiorentina 0
1958 Brussels Real Madrid 3 AC Milan 2

(setelah perpanjangan waktu)
1959 Stuttgart Real Madrid 2 Stade Reims 0
1960 Glasgow Real Madrid 7 Eintracht Frankfurt 3
1961 Bern Benfica 3 Barcelona 2
1962 Amsterdam Benfica 5 Real Madrid 3
1963 London AC Milan 2 Benfica 1
1964 Wina Inter Milan 3 Real Madrid 1
1965 Milan Inter Milan 1 Benfica 0
1966 Brussels Real Madrid 2 Partizan Belgrade 1
1967 Lisabon Celtic 2 Inter Milan 1
1968 London Manchester United 4 Benfica 1

(setelah perpanjangan waktu)
1969 Madrid AC Milan 4 Ajax Amsterdam 1
1970 Milan Feyenoord 2 Celtic 1

(setelah perpanjangan waktu)
1971 London Ajax Amsterdam 2 Panathinaikos 0
1972 Rotterdam Ajax Amsterdam 2 Inter Milan 0
1973 Beograd Ajax Amsterdam 1 Juventus 0
1974 Brussels Bayern Munich 4 Atletico Madrid 0

(setelah imbang 1-1)
1975 Paris Bayern Munich 2 Leeds United 0
1976 Glasgow Bayern Munich 1 St Etienne 0
1977 Roma Liverpool 3 B Moenchengladbach 1
1978 London Liverpool 1 Club Bruges 0
1979 Munich Nottingham Forest 1 Malmo FF 0
1980 Madrid Nottingham Forest 1 Hamburg SV 0
1981 Paris Liverpool 1 Real Madrid 0
1982 Rotterdam Aston Villa 1 Bayern Munich 0
1983 Athena Hamburg SV 1 Juventus 0
1984 Roma Liverpool 1 AS Roma 1

(Liverpool menang 4-2 melalui adu penalti)
1985 Brussels Juventus 1 Liverpool 0
1986 Sevilla Steaua Bucharest 0 Barcelona 0

(Steaua menang 2-0 melalui adu penalti)
1987 Wina Porto 2 Bayern Munich 1
1988 Stuttgart PSV Eindhoven 0 Benfica 0

(PSV menang 6-5 melalui adu penalti)
1989 Barcelona AC Milan 4 Steaua Bucharest 0
1990 Wina AC Milan 1 Benfica 0
1991 Bari Red Star Belgrade 0 Olympique Marseille 0

(Red Star menang 5-3 melalui adu penalti)
1992 London Barcelona 1 Sampdoria 0

(setelah perpanjangan waktu)
1993 Munich Olympique Marseille 1 AC Milan 0
1994 Athena AC Milan 4 Barcelona 0
1995 Vienna Ajax Amsterdam 1 AC Milan 0
1996 Rome Juventus 1 Ajax Amsterdam 1

(Juventus menang 4-2 melalui adu penalti)
1997 Munich Borussia Dortmund 3 Juventus 1
1998 Amsterdam Real Madrid 1 Juventus 0
1999 Barcelona Manchester United 2 Bayern Munich 1
2000 Paris Real Madrid 3 Valencia 0
2001 Milan Bayern Munich 1 Valencia 1

(Bayern menang 5-4 melalui adu penalti)
2002 Glasgow Real Madrid 2 Bayer Leverkusen 1
2003 Manchester AC Milan 0 Juventus 0

(AC Milan menang 3-2 melalui adu penalti)
2004 Gelsenkirchen Porto 3 Monaco 0
2005 Istanbul Liverpool 3 AC Milan 3
(Liverpool menang 3-2 melalui adu penalti)

2006 Paris Barcelona 2 Arsenal 1
2007 Athens AC Milan 2 Liverpool 1
2008 Moskow: Manchester 1 Chelsea 1
(Manchester menang 7-6 melalui adu penalty).


* Bahan ini dikutip dari situs berita ANTARA tanggal 20/05/2008 01:54)

Read more »»

Senin, 19 Mei 2008

MENGAPA KITA PERLU PEMIMPIN?

Sebuah Kritik dan Saran untuk SBY


     Dalam sebuah komunitas, selalu ada satu orang yang dituakan untuk menjadi pemimpin. Bahkan dalam komunitas hewan sekali pun yang tidak punya undang-undang tertulis, selalu ada seekor di antaranya yang tampil sebagai pemimpin. Bedanya, kalau pemimpin dalam komunitas manusia, prosesnya dilalui dengan pemilihan, meski terkadang prosesnya pun tidak manusia. Sementara, dalam komunitas binatang, pemimpin itu muncul setelah melalui proses pertarungan yang tidak jarang memunculkan korban fisik. Kelompok binatang yang lemah jangan pernah berharap bisa jadi pemimpin, karena di alam binatang tidak mengenal lobi-lobi politik apalagi toleransi. Yang kuat menang, yang lemah kalah, hanya itu realitanya.
     

Terlepas dari proses yang berbeda, dalam setiap komunitas pasti ada pemimpin yang posisinya. Posisinya pun selalu di depan atau dituakan. Dalam posisi inilah, seorang pemimpin memainkan multi-perannya. Ia harus bisa menjadi penengah terhadap kelompok yang berseberangan, pemberi solusi terhadap problem kelompoknya, dan menjadi panutan terhadap arah organisasi.

Jumlah pemimpin pun secara otomatis akan bertambah sejalan dengan bertambah besarnya komunitas dan semakin luasnya sebaran anggota. Pemimpin organisasi ini kemudian dikelompokkan pula dari tingkat paling tinggi hingga paling bawah.

Di satu negara, pemimpin tertinggi disebut kepala negara. Di Indonesia, kepala negara disebut presiden. Namun di beberapa negara, masih menyebut pemimpin mereka dengan ''Raja''. Hanya beda nama, tapi fungsi dan wewenangnya sama; pemegang tertinggi kepemimpinan suatu bangsa atau kerajaan.

Karena luasnya wilayah Indonesia, presiden selanjutnya dibantu oleh beberapa kepala daerah. Di tingkat provinsi, dikenal dengan gubernur, dan untuk kabupaten/kota pemimpin itu disebut Bupati atau Wali Kota.

Dalam membuat kebijakan, setidaknya terbagi menjadi dua bagian. Ada kebijakan terpusat yang diputuskan oleh pemerintah pusat dalam hal ini presiden setelah mendengarkan pandangan dari wakil presiden dan para pembantunya. Ada lagi kebijakan desentralisasi yang bisa saja akan berbeda satu daerah dengan daerah lainnya, meski tetap sama; harus ada keputusan pasti.

Lalu, apa yang diperlukan dari seorang pemimpin? Setidaknya, satu dari banyak fungsi seorang pemimpin itu adalah pembuat keputusan atau kebijakan. Setidaknya, ada tiga hal yang diperlukan dari seorang pemimpin dalam hal membuat keputusan.

Pertama Tepat. Dalam keadaan bagaimanapun, yang diperlukan dari seorang pemimpin adalah ketepatan dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan. Apabila seorang pemimpin membuat keputusan maupun kebijakan yang salah, dampaknya akan sangat besar, yakni rusaknya tatanan berbangsa.
    

Di saat bangsa ini menghadapi multi-krisis, berbagai persoalan pun muncul, Tidak sedikit dari persoalan itu bahkan tumbang tindih dan memunculkan konflik sesama. Masing-masing pihak merasa benar dan tak mau mengalah. Pada posisi inilah, pentingnya peran seorang pemimpin membuat keputusan yang tepat yang mampu mengakomodir kepentingan semua pihak, Keputusan itu tidak membuat satu pihak diuntungkan, sementara pihak lain dirugikan atau mungkin terpojokkan.

Kedua, Cepat. Seorang pemimpin harus mampu membuat keputusan cepat tanpa menunggu persoalan melebar ke mana-mana, sehingga sulit dicarikan penyelesaiannya. Ibarat air, akan sulit dikumpulkan lagi ketika sudah menyebar ke mana-mana.

Menghadapi kondisi bangsa Indonesia yang saat ini "kritis" akibat melonjaknya harga minya dunia, keputusan cepat itu sangat diperlukan dari seorang pemimpin bangsa. Akan sangat besar efek dominonya ketika seorang pemimpin menunda-nunda kebijakan, apalagi pemerintah telah pula mengeluarkan pernyataan bahwa harga bahan bakar minyak (BBM) di tanah air akan dinaikkan. Tak pasti kapan kenaikan itu akan dilakukan.

pa yang terjadi? Masyarakat tidak saja ditakuti dengan ketidakpastian, tapi juga munculnya reaksi beragam. Masyarakat miskin yang sudah lama susah makan, kini seakan sudah berada di ambang ajal. Sementara, para pemain minyak, memanfaatkan ketidakpastian dan ketidaktegasan pemerintah ini untuk melancarkan aksi jahatnya, seperti menimbun, menyeludup dan segala bentuk permainan jahat lainnya. Para pedagang pun mendapatkan alasan yang tepat untuk menaikkan harga jualnya.

Pokoknya, semua celah yang bisa dimanfaatkan, akan mereka pergunakan untuk memperkaya diri sendiri. Ujung-ujungnya, yang korban tetap saja masyarakat kecil yang tak punya celah untuk bermain.

Terhadap kenaikan harga BBM, ceritanya akan lain ketika pemerintah langsung membuat keputusan cepat menaikkan harga minyak dengan mengumumkan berapa persen atau berapa nilai rupiah kenaikan itu. Para pengusaha akan mudah menghitung cost yang mesti mereka keluarkan dengan kebijakan itu, meski tidak tertutup kemungkinan keputusan yang mereka buat tetap juga akan mengorbankan sejumlah tenaga kerjanya.
Masyarakat pun akan bisa mengukur diri. Mereka akan bisa memutuskan apa yang harus mereka lakukan dengan pendapatan yang cenderung tidak meningkat sementara kebutuhan hidup yang tak bias ditekan.

Lambatnya pemerintah mengambil keputusan, bukan saja untuk kasus kenaikan harga BBM. Sebelum ini, beberapa kasus bisa direview. Kasus IPDN misalnya. Sampai saat ini tidak ada keputusan pasti untuk kasus itu. Kasus lainnya adalah Ahmadiyah. Sampai sekarang juga tidak ada keputusan pemerintah apakah aliran ini dilarang (dibubarkan) atau boleh berlanjut.

Keputusan yang menggantung ini telah menyebabkan banyak korban, baik materi maupun korban jiwa. Rumah ibadah Ahmadiyah dibakar, para praja IPDN hidup dalam ketidakpastian status, sementara kekerasan di kampus itu tetap saja berlangsung. Sampai kapan keputusan itu digantung?

Ketiga, Cermat. Keputusan yang dibuat dengan tepat dan cepat, harus pula mengandung unsur cermat atau kehati-hatian. Jangan sampai keputusan yang diambil malah menambah keruhnya suasana yang memang sudah keruh. Cermat memang mengisyaratkan seorang pemimpin tidak boleh asbun. Sebab, apapun yang dikatakan selalu dianggap benar oleh masyarakat. Tapi, cermat tidak pula dijadikan pembenar atau alasan menunda-nunda keputusan.

Dengan demikian jelas, bahwa yang diperlukan dari seorang pemimpin itu adalah kemampuan membuat keputusan cepat, tepat dan cermat secara bersamaan dalam kondisi sedarurat apapun. Sebab, keputusan itu menjadi hak prerogatif seorang pemimpin yang tidak dimiliki setiap anggota kelompok atau komunitas. Dan ketegasan membuat keputusan itulah yang saat ini dinanti rakyat dari Presiden SBY ketika BBM naik dan ekonomi masyarakat terperosok.***

Read more »»